paratifux

Paratifus

Paratifus (paratifoid) merupakan penyakit yang terjadi akibat infeksi bakteri Salmonella paratyphi dan mirip dengan penyakit tifoid yang banyak disebut sebagai tifus, akan tetapi tingkat keparahannya cenderung lebih rendah dan durasi penyakit yang lebih pendek daripada penyakit tifus. Penyakit ini dapat menyerang semua usia. Gejala penyakit tipes dan paratifus mirip, seperti malaise, demam tinggi, dan turun nafsu makan.

Penyebab :

Penyakit paratifus seringkali ditemukan pada daerah-daerah dengan tingkat kebersihan atau sanitasi yang buruk. Hal tersebut karena penyebab penyakit paratifus adalah bakteri, yaitu S. paratyphi (paratifus A), S. schottmuller (paratifus B), serta S. hirschfeld ii (paratifus C). Proses penyebaran bakteri-bakteri tersebut melalui faecal-oral route (rute penularan penyakit dari feses ke mulut). Bakteri-bakteri tersebut biasanya menyebar melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kotoran (feses) dan urin penderita ataupun orang-orang yang berpotensi (pembawa) paratifus. Kontaminasi bakteri penyebab penyakit paratifus ini biasanya menyebar melalui makanan dan air, akibat tingkat kebersihan yang buruk, terutama pada negara sedang berkembang.

Gejala :

  1. Demam tinggi yang berkelanjutan. Hal ini biasanya disebabkan akibat tubuh tidak merespon pemberian obat-obatan penurun panas.
  2. Penurunan nafsu makan.
  3. Rasa tidak enak badan (malaise).
  4. Lidah berubah warna menjadi kekuningan atau keabuan dengan bagian ujung berwarna merah, hal ini dikenal dengan istilah typhoid tongue.
  5. Sakit kepala.
  6. Pembengkakan limpa yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada area perut.
  7. Munculnya ruam berwarna kemerahan pada area tubuh (rose-colored spots). Ruam ini biasanya ditemukan pada area dada pada minggu pertama saat terkena penyakit paratifus.
  8. Sulit buang air besar (konstipasi) ataupun diare. Akan tetapi, pada penderita dewasa, konstipasi lebih sering ditemukan.
  9. Batuk kering pada masa awal terkena penyakit paratifus.
  10. Rasa nyeri pada area perut.
  11. Berat badan yang berkurang.
  12. Rasa lelah.
  13. Apabila tidak ditangani dengan baik, penyakit paratifus dapat menyebabkan luka maupun pendarahan pada area pencernaan.

Cara mencegah :

  1. Selalu cuci tangan setelah menggunakan toilet ataupun saat sebelum dan sesudah makan.
  2. Menjaga kebersihan diri sendiri (higiene pribadi) dengan cara menjaga tangan tetap bersih, menggunting dan menjaga kebersihan kuku secara rutin.
  3. Berhati-hati dalam mengonsumsi makanan atau minuman, pastikan kebersihannya. Oleh karena itu, sebaiknya hanya konsumsi makanan yang dimasak, direbus, maupun yang telah dikupas.
  4. Hindari mengonsumsi makanan-makanan mentah; misalnya seperti daging maupun seafood mentah dan produk susu yang tidak dipasteurisasi.
  5. Hindari membeli makanan di tempat dengan kebersihan lingkungan kurang baik.
  6. Mencuci buah dan sayur sebelum dikonsumsi dengan menggunakan air mengalir yang bersih, serta hindari mengonsumsi buah-buahan yang kulitnya rusak.
  7. Mengonsumsi air yang sudah dimasak sampai mendidih atau air minum kemasan.
  8. Menjaga dapur, alat masak, maupun alat makan tetap dalam keadaan bersih.
  9. Menggunakan peralatan yang terpisah (misalnya pisau dan talenan) untuk makanan-makanan mentah yang akan dimasak dengan makanan-makanan yang siap untuk dikonsumsi.
  10. Tidak berbagi makanan dan minuman serta peralatan makan dan minum dengan penderita paratifus.

Solusi herbal :

  1. Cairan oralit
  2. Pisang
  3. Bawang putih
  4. Cuka apel
  5. Cengkeh
  6. Daun selasih

Alternatif lain :

  1. Mengonsumsi banyak cairan seperti air mineral (air putih) untuk mencegah dehidrasi yang berbahaya bagi tubuh, terutama pada bayi maupun penderita usia lanjut.
  2. Mengonsumsi obat-obatan seperti antibiotik yang diresepkan oleh dokter sesuai anjuran untuk membunuh bakteri dan mengurangi gejala-gejala. Dengan pengobatan antibiotik yang tepat, penyakit paratifus dapat sembuh dalam jangka waktu 10-14 hari.
  3. Obat-obatan yang biasanya digunakan untuk mengobati penyakit paratifus antara lain seperti antibiotik golongan fluoroquinolone (misalnya ciprofloxacin), azithromycin, dan antibiotik golongan sefalosporin (misalnya ceftriaxone).

 

Sumber : disarikan dari berbagai sumber

Komentar

Tulisan Terkait